NTT RAIH DUA PENGHARGAAN

Grup penari NTT dari sanggar uyelewun dengan penari muda belia yang adalah siswa siswi SMP sint Pieter Lolonddolor. Teruslah menari!! (Foto Frans P. Apelabi)

Setelah meraih juara umum dalam Parade Tari Nusantara yang diselenggarakan di Taman Mini Indonesia, 11 September 2011 lalu, penari NTT dari kelompok penari berbeda, kembali meraih dua piala penghargaan pada Festival Nasional Kesenian Tari Nusantara  2011. Festival yang menampilan tarian-tarian tradisional dari berbagai propinsi di Indonesia ini, telah berlangsung meriah dari tanggal 19-23 September 2011. Kali ini kontingen NTT, diwakili oleh para penari dari sanggar Uyelewun pimpinan/penata tari Frans Paya Apelabi, dengan para penari muda belia, anak-anak SMP sint Pieter Lolondolor Leuwayan, Kedang, Lembata, NTT. Tiket ke festival ini diraih setelah para penari muda ini menjuarai festival di tingkat propinsi. Mereka diutus sebagai wakil NTT ke festival nasional ini. Ternyata kerja keras mereka tidak sia-sia. Dua piala penghargaan mereka raih, yakni satu piala dari lima Penyaji Terbaik Tanpa Peringkat/Jenjang , dan satu dari lima piala Penata-Tari Terbaik Tanpa Peringkat/Jenjang.

Sederhana tetapi dinamis

Kontingen ini menampilkan tarian hedung huriq, semacam tarian perang dengan irama “hedung” dan “soka”. Irama “hedung” memang dinamis, gembira, lebih spontan dan lincah. Sedangkan irama “soka” tampak patah-patah, dengan gerakan irama yang agak rumit, terkesan jenaka, tetapi anggun. Semuanya disajikan dengan sangat luwes oleh penari-penari muda dari udik ini.

Penampilan mereka yang unik sempat memukau para yuri. Ada yuri yang tadinya banyak mencatat dan menulis, malah melepaskan pena dan kertasnya, lalu bebas menikmati tampilan yang lain dari yang lain ini. Dalam sarasehan, ada peserta mengomentarinya  sebagai tarian  yang perangkat musiknya sederhana, tetapi mampu melahirkan tarian yang sangat dinamis dengan berbagai irama. Memang ada benarnya. Dibandingkan dengan kontingen lain, dengan perlengkapan musik seabrek menjejali panggung, tarian hedung huriq hanya menampilkan seperangkat gong. Satu gong kecil yang disebut “natan” atau “kengkeq”, sesuai dengan bunyinya.  Gong kecil ini biasanya menjadi pemberi ton dan irama sebelum lagu gong dimulai.  Berikut ada satu pasang gong berukuran sedang, dengan laras sedikit berbeda  yang disebut “gasaq”,  dan satu “kabolu” serta dua gong besar lagi yang disebut “kong rian”; juga dengan laras yang berbeda. Sebuah tambur berdiameter sedang yang disebut “bawa” — terbuat dari kulit  rusa— melengkapi perangkat musik ini. Biasanya tambur ini berfungsi sebagai penentu irama dan pada saatnya memberikan aba-aba untuk menghentikan lagu serta tarian secara serempak. Seluruh perangkat  dengan 6 gong dan satu tambur ini dimainkan oleh 4 penabuh.  Sederhana sekali.

Kesan sederhana ini sepertinya mencetuskan sedikit inspirasi dan gambaran bagi imperatif model pembangunan di NTT, yakni membangun dengan apa yang kita miliki. Membangun dari otentisitas kita, dan bukan dengan meniru-niru dari budaya lain. Tidak perlu ada rasa minder karena tampilan yang tidak segemerlap budaya lain.  Setiap budaya punya otentisitas sendiri dalam mengekspresikan dirinya. Di situlah letaknya kreativitas. Kreativitas tidak ditunjukkan dengan menampilkan karya besar dengan sarana besar, melainkan menampilkan karya hebat dengan sarana minim yang optimal.

Percaya diri

Melihat penampilan keseharian anak-anak ini, hampir tidak bisa dipercaya bahwa mereka dapat melakukan hal besar di atas panggung. Ketika saya bertanya apakah mereka gugup ketika tampil di panggung? Mereka ramai-ramai menjawab: “Tidak bapa. Kami tidak gugup karena kami tidak lihat penonton. Ruang penontonnya gelap gulita,”  cerita mereka penuh semangat.

Sayangnya eros dinamika yang dikerahkan dalam tarian itu, terkesan sedikit bertolak belakang dengan sikap para pendamping dari propinsi yang terlalu takut bayangan dalam memperlakukan anak-anak ini di luar panggung. Rupanya bayangan pengalaman dengan kontingen lain di masa lalu, telah sedikit banyak menyimpan kekhawatiran di hati para pendamping. Para penari muda belia yang baru sekali nongol ke Jakarta ini sepertinya dikekang secara  berlebihan,  dan dilarang keras keluar hotel. Sanak keluarga yang ingin membawa mereka jalan-jalan pun tidak dibolehkan. Anak-anak lugu yang baru datang dari udik ini tentu saja ingin membuka sedikit wawasan, rasa percaya diri, dan menambah motivasi belajar dengan melihat  situasi  ibu kota yang selama ini cuma tampak melalui layar TV atau dipelajari dalam sejarah. Sayang, kekhawatiran para pendamping ternyata melebihi kesadaran akan aspek psikologis ini.

Izin baru secara spontan diberikan beberapa jam di hari terakhir, Kamis, 22 September 2011. Waktu yang mepet ini pun dimanfaatkan secara efisien. Dua mikrolet butut sewaan, menghantar mereka ke Monas , iconnya Jakarta. Itu saja sudah membuat wajah anak-anak ini sumringah. Lumayan. Di sana mereka bisa berfoto-foto untuk kenang-kenangan dan membeli souvenir, tanda bahwa mereka sudah pernah menginjakkan kaki di Jakarta; peristiwa yang mungkin tidak akan terulang bagi sebagian besar mereka, terutama anak-anak wanita.

Malah waktu mereka yang terbatas itu masih tersita lagi oleh acara makan malam dengan ibu gubernur dan wakil gubernur NTT. Sayang bahwa minibus yang menghantar mereka ke sebuah restoran ternama di Senayan tidak dimanfaatkan untuk berputar sedikit ke beberapa tempat terkenal di Jakarta seperti Tugu Proklamasi, Gelora Bungkarno/Istora Senayan, gedung DPR/MPR yang berada di seputar sana.  Mudah-mudahan ini tidak menjadi gambaran representatif bagi penghargaan pemerintah NTT atas prestasi yang telah mereka ukir atas nama NTT.

Selebrasi dan penghargaan

Anak-anak yang polos dan energik itu telah meninggalkan Jakarta dan terbang kembali ke Kupang dini hari Jumat 23 September 2011 dengan memboyong kedua piala mereka. Kita tunggu perhargaan apa yang diberikan pemerintah NTT untuk mereka yang sudah mengukir nama NTT dalam bidang seni tari ini, dan tentu saja, juga dari pemerintah Lembata. Konon kabarnya mereka diterima oleh wakil bupati Lembata dan disambut dengan tarian di kampung halaman. Memang, setiap prestasi harus diselebrasi.

Selebrasi dan penghargaan itu tentu saja tidak hanya untuk kontingen ini saja, melainkan terutama merupakan penghargaan atas prestasi, sehingga bisa merangsang motivasi bagi generasi penerus untuk tak hentinya mengembangkan diri dan kreativitasnya di segala bidang, khususnya dalam seni budaya. Semoga NTT terus menari, dan tak henti-hentinya berdendang.

Benyamin Molan Amuntoda

8 thoughts on “NTT RAIH DUA PENGHARGAAN

  1. Genrasi muda penerus bangsa yang tercinta, marila kita berdiri dan menatap kembali situasi dan kondisi leu auq tee, jangan hanya melihat tetapi mensuport para pejuang kita di lembata umumnya dan kedang pada khususnya, melalui pengalaman kita atau melalui cara berpikir kita mari kita tunjuakan kemampuan kita lewat untuk berbuat yang positif untuk kemajuan daerah yang kita cintai. Pada saat ini ada info tentang pembangunan gereja St. Petrus di Luwayang. Coba kita mencari jalan untuk memberikan bantuan baik dalam bentuk Material maupun dalam bentuk Spiritual. Kami warga kedang di Makassar rencana untuk menggalang dana pembangunan Gereja lewat wadah Uyelewun yaitu mengadakan Koor-koor kesetiap greja di Keuskupan Agung Makassar.
    Kami sementara menunggu Proposal dari Keupuan Larantuka. Andai kata itu sudah tiba di Makassar maka kami akan turbo kegerja-gereja untuk maksud tersebut. Kami juga mengharapkan agar warga masyarakat di mana saja di wilayah nusantara yang punya alat komunikasi bisa berkomunikasi dengan kami melalui No. HP. 081242374522, agar kita bersatu sejiwa dan seperjuangan untuk menggalang dan demi tewujudnya gereja yang kita cintai ini. terima kasih dan Tuhan akan menata tangan di atas pundak kita apabila kita ikut serta menata tempat dimana Allah menyapa umat pilihannya.

  2. Genrasi muda penerus bangsa yang tercinta, marila kita berdiri dan menatap kembali situasi dan kondisi leu auq tee, jangan hanya melihat tetapi mensuport para pejuang kita di lembata umumnya dan kedang pada khususnya, melalui pengalaman kita atau melalui cara berpikir kita, mari kita tunjukan kemampuan kita lewat kemampuan kita masings dengan berbuat yang positif untuk kemajuan daerah yang kita cintai. Pada saat ini ada info tentang pembangunan gereja St. Petrus di Luwayang. Coba kita mencari jalan untuk memberikan bantuan baik dalam bentuk Material maupun dalam bentuk Spiritual. Kami warga kedang di Makassar rencana untuk menggalang dana pembangunan Gereja lewat wadah Uyelewun yaitu mengadakan Koor-koor kesetiap gereja di Keuskupan Agung Makassar.
    Kami sementara menunggu Proposal dari Keuskupan Larantuka. Andai kata itu sudah tiba di Makassar maka kami akan turbo kegerja-gereja untuk maksud tersebut. Kami juga mengharapkan agar warga masyarakat di mana saja di wilayah nusantara yang punya alat komunikasi bisa berkomunikasi dengan kami melalui No. HP. 081242374522, agar kita bersatu sejiwa dan seperjuangan untuk menggalang dana demi tewujudnya gereja yang kita cintai ini. terima kasih dan Tuhan akan menata tangan di atas pundak kita apabila kita ikut serta menata tempat dimana Allah menyapa umat pilihannya.

    • Maju terus amo Lukas. Jangan berhenti mengajak dan memotivasi untuk membangun leu auq. Semoga ini menjadi gerakan bersama para perantau.

  3. TUHAN ALAM MANUSIA
    oleh Y.C
    Genrasi muda penerus bangsa yang tercinta, marila kita berdiri dan menatap kembali situasi dan kondisi leu auq tee, jangan hanya melihat tetapi mensuport para pejuang kita di NTT umumnya dan kedang pada khususnya, melalui pengalaman kita atau melalui cara berpikir kita mari kita tunjuakan kemampuan kita lewat untuk berbuat yang positif untuk kemajuan daerah yang kita cintai. Pada saat ini ada info tentang pembangunan gereja maupun pembangunan budaya. Coba kita mencari jalan untuk memberikan bantuan baik dalam bentuk Material maupun dalam bentuk Spiritual. Kami warga kedang di papua rencana untuk menggalang dana pembangunan Gereja lewat wadah yaitu mengadakan Koor-koor kesetiap greja di Keuskupan .
    Kami sementara menunggu undagan dari luar negeri . Andai kata itu sudah tiba di Papua maka kami akan turbo kegerja-gereja untuk maksud tersebut. Kami juga mengharapkan agar warga masyarakat di mana saja di wilayah nusantara yang punya alat komunikasi bisa berkomunikasi dengan kami melalui No. HP. atau Face book, agar kita bersatu sejiwa dan seperjuangan untuk menggalang dan demi tewujudnya budaya festival yang kita cintai ini. terima kasih dan Tuhan akan menata tangan di atas pundak Yeron Cristian kita apabila kita ikut serta menata tempat dimana tuhan menyapa umat pilihannya.

Leave a reply to Lukas Leu Apworen Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.